TINJAUAN PUSTAKA
Kenanga | ||||||||||||||
| ||||||||||||||
A. Mengenal Kenanga
Kenanga (Cananga odorata) adalah nama bunga dari pohon yang memiliki nama yang sama. Pohon kenanga tumbuh dengan cepat hingga lebih dari 5 meter per tahun dan mampu mencapai tinggi rata-rata 12 meter. Pertumbuhannya didukung sinar matahari penuh atau sebagian, dan lebih menyukai tanah yang memiliki kandungan asam di dalam habitat aslinya di dalam hutan tadah hujan. Daunnya panjang, halus dan berkilau. Bunganya hijau kekuningan (ada juga yang bersemu dadu, tetapi jarang), menggelung seperti bentuk bintang laut, dan mengandung minyak biang yang wangi.
Tumbuhan ini merupakan tumbuhan asli di Indonesia dan Filipina, dan lazim ditanam di Polinesia, Melanesia, dan Mikronesia. Di Indonesia, bunga kenanga banyak menempati peran di dalam upacara-upacara khusus misalnya dalam upacara perkawinan. Kenanga adalah flora identitas Provinsi Sumatera Utara (Mulyono, E. dan T. Marwati. 2005)
a. Khasiat bunga kenanga
Bunga kenanga mengandung minyak atsiri, yang dikenal dengan nama minyak kenanga, yang mempunyai khasiat dan bau yang khas. Hasil penelitian mereka menunjukkan, ekstrak bunga kenanga memiliki kemampuan menolak nyamuk karena adanya kandungan linalool, geraniol, dan eugenol. Hasil penelitian menunjukkan, ketika mengoleskan ekstrak bunga kenanga pada marmut, maka minyak atsiri yang terkandung dalam ekstrak bunga kenanga meresap ke pori-pori lalu menguap ke udara. Bau ini akan terdeteksi oleh reseptor kimia (chemoreceptor) yang terdapat pada tubuh nyamuk dan menuju ke impuls saraf. Itulah yang kemudian diterjemahkan ke dalam otak sehingga nyamuk akan mengekspresikan untuk menghindar tanpa mengisap darah marmut lagi. Semakin banyak kandungan bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak bunga kenanga, maka semakin besar kemampuan ekstrak tersebut menolak nyamuk (http://masenchipz.com/khasiat-bunga-kenanga)
b. Budidaya Ylang-ylang dan Kenanga
Kenanga dan ylang-ylang dapat diperbanyak secara generatif. Perbanyakan secara vegetatif masih sulit dilakukan, baik dengan cangkokan, okulasi maupun kultur jaringan. Benih kenanga tidak dapat disimpan dalam suasana kering.Dalam perdagangan dikenal dua macam minyak atsiri yang berasal dari kenanga (Cananga odorata) yaitu minyak kenanga (C. odorata forma macrophylla) dan minyak ylang-ylang (dari bunga C. odorata forma genuina). Minyak kenanga merupakan salah satu komoditas ekspor yang telah lama dikenal di pasaran dunia. Ekspor minyak kenanga dari Indonesia mencapai voleme 50 ton tiap tahun dan merupakan pemasok minyak kenanga terbesar di dunia. Minyak ylang-ylang mutunya lebih baik dari minyak kenanga. Prospek pemasaran ylang-ylang diperkirakan cukup baik. Hal ini didasarkan, sampai sekarang indonesia masih mampu mengekspor minyak kenanga yang harganya 1/3 dari 1/4 harga minyak ylang-ylang.
Tanaman ylang-ylang belum berkembang di Indonesia, sehingga masalah teknis pengembangannya masih belum banyak diketahui. Namun demikian tanaman ini tidak banyak berbeda dengan kenanga baik dalam teknik budidaya maupun dalam pengolahannya. Sehingga masalah yang dihadapi dalam pengembangannya tidak berbeda dengan kenanga(Mulyono, E. dan T. Marwati. 2005)
c. Botani Tanaman Ylang-ylang
Perbedaan morfologi antara tanaman kenanga dengan ylang-ylang dapat dilihat antara lain dari habitus, bentuk daun dan warna ranting muda serta tangkai dan tulang daun. Ylang-ylang habitusnya ramping dan batangnya relatif kecil, cabang-cabang agak jarang sehingga nampak daunnya kurang rimbun. Sebaliknya kenanga pada umumnya habitusnya gemuk batangnya besar (kokoh), cabang agak rapat sehingga daunnya nampak rimbun.
Bentuk daun kenanga hampir sama dengan ylang-ylang yaitu lonjong. Perbedaan terletak pada perbandingan panjang dan lebar daun. Daun kenanga perbandingan panjang dengan lebar daun lebih kecil dari pada daun ylang-ylang sehingga nampak daun kenanga lebih lebar dari daun ylang-ylang. Disamping itu urat daun kenanga lebih kecil sehingga nampak lebih lemas, permukaannya datar(rata) dan warnanya hijau muda. Sebaliknya daun ylang-ylang nampak lebih sempit, urat daun lebih besar sehingga daun nampak lebih kaku, permukaan keriput dan warnanya hijau tua
Bunga tersusun pada suatu tandan, tiap tandan berisi 2-20 kuntum. Sepal tiga buah, petal enam buah dengan panjang 4-8 cm, sempit dan ujungnya melengkung ke belakang. Tangkai bunga panjangnya 3-5 cm. Bunga yang baru mekar berwarna hiaju, berbulu tebal sehingga nampak putih kehijau-hijauan. Setelah dewasa bunga berwarna kuning kemudian kuning tua. Pada stadia tersebut kandungan dan mutu minyaknya mencapai maksimum. Buah merupakan polong, bentuknya lonjong dengan panjang sekitar 4 cm dan berdaging lunak. Setiap buah mengandung 8-12 biji yang bentuknya pipih, permukaan kulit buah tidak rata, setelah masak warnanya coklat mengkilap(Mulyono, E. dan T. Marwati. 2005)
d. Ekologi dan Penyebarannya
Cananga Odorata (famili Anonaceae) diduga berasal dari Maluku dan Filipina. Genus Canangium dapat tumbuh sampai 1200 m di atas permukaan laut. Namun untuk ylang-ylang dan kenanga penyebarannya terutama di dataran rendah yang lembab dan panas serta mengalami periode kering tertentu.
Tanah yang baik untuk pengembangan kenanga dan ylang-ylang adalah tanah yang aerasinya baik dan solumnya dalam, tanpa lapisan batu atau padas. Hal ini penting karena tanaman tersebut memiliki perakaran yang dalam. Di Nossi Be (dekat Madagaskar), produksi dan mutu minyak ylang-ylang yang terbaik diperoleh dari tanaman yang diusahakan pada tanah liat berpasir atau tanah vulkanik yang aerasinya baik (http://www.litbang.deptan.go.id/tahukah-anda/?p=11)
B. Teknik Budidaya
a. Perbanyakan
Kenanga dan ylang-ylang dapat diperbanyak secara generatif. Perbanyakan secara vegetatif masih sulit dilakukan, baik dengan cangkokan, okulasi maupun kultur jaringan. Benih kenanga tidak dapat disimpan dalam suasana kering. Pada kadar air 4-5% benih hanya dapat disimpan 3-4 hari. Pada kadar air diatas 50% dapat disimpan selama 1-2 minggu. Dengan sifat yang demikian, benih kenanga dan ylang-ylang dikategorikan ke dalam benih rekalsitran Rumphius (1896).
Benih kenanga dan ylang-ylang mudah tumbuh pada kisaran suhu 20-30 oC, dengan terobosan sinar diatas 10%. Benih ylang-ylang lebih banyak memerlukan sinar daripada benih kenanga untuk perkecambahannya. Pada kondisi lingkungan yang optimal, benih kenanga dan ylang-ylang dapat tumbuh setelah 3-4 minggu setelah penyemaian(Hobir. 1989)
b. Pembibitan
Bila tanaman diusahakan secara monokultur, jarak tanam kenanga berkisar antara 5-7 m dan ylang-ylang antara 4-5 m. Lubang tanam disiapkan kira-kira sebulan sebelum tanam dengan ukuran minimal 40 cm3. Dua minggu sebelum tanam, lubang tanam ditutup, sebaiknya diberi pupuk kandang 5-10 kg tiap lubang. Untuk melindungi bibit yang baru ditanam, pada setiap lubang tanaman disediakan naungan sementara Rumphius (1896).
c. Pemeliharaan
Pada tahun pertama setelah penanaman, perlu diusahakan agar tanah disekitar tanaman bebas gulma terutama yang berbentuk semak. Tanah yang kosong (sebelum kanopi memenuhi lahan) dapat diisi tanaman misalnya tanaman semusim atau tanaman penutup tanah. Untuk pertumbuhan yang baik, tanaman perlu pupuk terutama menjelang berbunga. Dosis dan macam pupuk anjuran hasil penelitian belum ada, begitu pula pengalaman petani. Mengingat produk utama adalh bunga, yang umumnya dipanen 2 kali setahun, maka diperkirakan diperlukan dosis pupuk yang cukup tinggi. Tetapi karena memiliki perakaran yang kuat dan cukup dalam., diperkirakan dosis pupuk lebih rendah daripada dosis pupuk yang dianjurkan untuk cengkeh. Untuk menjaga agar tanaman berproduksi normal, diperlukan pemupukan sekitar 1-2 kg NPK (Urea, TSP, ZK) setiap pohon Rumphius (1896) (Hobir. 1989)
d. Hama Utama dan Pengendaliannya
Gangguan utama pada kedua tanaman ini adalah serangan ulat pemakan daun (Maenas maculifascie WLK) yang banyak menyerang tanaman pada musim hujanl Hama ini poliphagus, selain menyerang kenanga dan ylang-ylang juga menyerang tanaman sirih, dadap, coklat, jarak dan sebagainya.
Pengendalian hama ini dapat dilakukan secara mekanik/fisik, secara biologis maupun secara kimia. Pengendalian secara mekanik/fisik dilakukan dengan membakar atau langsung membunuh larva yang terkumpul pada pangkal batang. Tindakan selanjutnya adalah melakukan sanitasi disekitar areal tanaman terhadap sisa-sisa sarang dan rumput serta sampah. Dengan demikian pupa yang berada disekitar permukaan tanah dapat dieradikasi (Hobir. 1989)
Pengendalian secara biologis dapat dilakukan dengan menggunakan parasit dari ordo Diptera serta bakteri yang menyerang larva M. maculifascie. Sedangkan pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan Azodrin 15 WSC yang diaplikasikan secara sistemik (infus) dan langsung disemprotkan ke tanaman yang tererang dengan dosis 2ml/l. Seanjutnya dari hasil penelitian diketahui bahwa Atabron 50 EC Nogos 50 EC dan Dursban 20 EC pada konsentrasi 0.5 mi/l cukup untuk membunuh larva instar ketiga Rumphius (1896).
A. Panen dan Pengolahan Hasil
- Panen
Ylang-ylang biasanya mulai berbunga pada umur 1.5 - 2 tahun setelah tanam atau sekitar 2-3 tahun setelah penyemaian, sedangkan tanaman kenanga paling cepat berbunga setelah 5 tahun. Bunga yang dipanen pada akhir musim kemarau menghasilkan mutu minyak terbaik. Untuk memperoleh mutu minyak yang terbaik baik kenanga maupun ylang-ylang hendaknya dipanen setelah benar-benar masak ditandai dengan warna kuning tua. Kandungan minyak atsiri tertinggi terdapat pada malam hari dan pada siang hari menurun. Oleh karena itu panen bunga hendaknya dilakukan sepagi mungkin dan tidak melebihi pukul 9 pagi(Hobir. 1989)
- Penyulingan
Penyulingan adalah pemisahan komponen-komponen suatu campuran dari dua jenis zat atau lebih yang didasarkan atas perbedaan titik didih dari masing-masing zat tersebut (Guenter, 1952). Secara umum metode penyulingan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu penyulingan dengan air, penyulingan dengan menggunakan uap serta penyulingan dengan air dan uap air.
Penyulingan dengan air, metode ini bahan yang akan disuling berkontak langsung dengan air yang mendidih. Bahan baku disini dapat mengapung atau tenggelam, tergantung berat jenis bahan dan jumlah bahan yang akan disuling yang dimasukkan ke dalam ketel. Pemanasannya dapat dilakukan dengan menggunakan pemanasan langsung, mantel uap ataupun pipa uap dalam spiral yang terbuka dan berlubang. Cara kerja alat ini merupakan proses hidrodifusi yang bekerja sangat lamban. Agar lebih efektif bahan harus dirajang terlebih dahulu. Ketel yang berisi bahan dan air, yang pengisiannya tidak terlalu penuh, dipanaskan dengan api langsung yang dilengkapi dengan mantel uap dan pipa uap melingkar. Jika air sudah mulai mendidih, kondensat akan mulai keluar melalui kondensor dan menetes ke dalam alat pemisah minyak yang terlebih dahulu diisi air. Kecepatan penyulingan dapat diatur melalui intensitas apinya. Juga harus sesuai dengan keadaan alat dan bahan yang akan disuling. Kecepatan hendaknya harus berada pada keadaan optimum untuk menghasilkan minyak atsiri yang berkualitas baik. Yang perlu diperhatikan adalah selama proses penyulingan berlangsung diusahakan ada penambahan air untuk menjaga agar bahan tidak terlalu panas dan pengisian bahan tidak terlalu penuh. Penyulingan ini sering disebut metode kohobasi.
Penyulingan bunga kenanga dan ylang-ylang dapat dilakukan secara penyulingan dengan air (direbus) atau penyulingan dengan air dan uap (dikukus). Pada penyulingan bunga ylang-ylang , minyak yang dihasilkan dipisahkan menjadi beberapa fraksi. Fraksi hasil penyulingan minyak ylang-ylang digolongkan menjadi empat jenis mutu yaitu fraksi ekstra (mutu terbaik), fraksi pertama, kedua dan ketiga. Penggolongan fraksi minyak ylang-ylang ini didasarkan pada berat jenis dan bilangan ester serta dilakukan berdasarkan lama penyulingan(Hobir. 1989)
Fraksi terbaik mempunyai bilangan ester dan berat jenis yang paling tinggi dan fraksi berikutnya mempunyai berat jenis dan bilangan ester yang makin kecil. Makin lama penyulingan persentase fraksi pertama (fraksi ester) makin rendah, sebaliknya fraksi terpen dan seskuiterpennya makin tinggi. Makin cepat penyulingan, persentase fraksi pertama makin banyak dan sedangkan fraksi terakhir (terpen dan seskuiterpen) makin rendah (Ketaren, S. 1985).
Penyulingan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
1. Penyulingan dengan air
2. Penyulingan dengan air dan uap
3. Penyulingan dengan uap langsung
1. Penyulingan Dengan Air
Menyuling minyak atsiri dengan air merupakan cara yang tertua. Bangsa mesir dan india kuno telah melakukan penyulingan dengan air ini dan sampai sekarang pula masih dilakukan pertama oleh petani tradisional.
Prinsip kerja penyulingan dengan air adalah sebagai berikut : ketel penyulingan disisi air sampai volumenya sampai separuh, lalu dipanaskan. Sebelum air mendidih, bahan baku dimasukkan kedalam ketel penyulingan. Dengan demikian penguapan air dan minyak atsiri berlangsung bersamaan. Cara penyulingan seperti ini disebut : penyulingan langsung (direct distilation). Bahan baku yang digunakan biasanya bunga atau daun yang mudah bergerak didalam air dan tidak mudah rusak oleh panas uap air.
Penyulingan dengan cara sederhana ini sangat mudah dilakukan, dan tidak perlu modal banyak. Namun, kualitas minyak atsiri yang dihasilkan cukup rendah, kadar minyaknya sedikit, terkadang terjadi proses hidrolisis ester dan produk minyaknya bercampur dengan hasil sampingan.
2. Penyulingan Dengan Air Dan Uap
Penyulingan minyak atsiri dengan cara ini memang sedikit lebih maju dan produksi minyaknya relatif lebih baik. Prinsip kerja penyulingan ini adalah sebagai berikut : ketel penyulingan diisi air sampai batas saringan. Bahan baku diletakkan diatas saringan, sehingga tidak berhubungan langsung dengan air yang mendidih, tetapi akan berhubungan dengan uap air. Oleh karena itu cara penyulingan ini disebut : penyulingan tidak langsung (indirect distilation). Air yang menguap akan membawa partikel-partikel minyak atsiri dan dialirkan melalui pipa pelat pendingin, sehingga terjadi pengembunan dan uap air yang bercampur minyak atsiri tersebut akan mencair kembali. Selanjutnya dialirkan kealat pemisah untuk memisahkan minyak atsiri dan air.
Cara ini paling sering dilakukan oleh para petani atsiri dan alat-alatnya pun dapat dibuat sendiri oleh yang bersangkutan. Produk minyak yang dihasilkan cukup bagus, bahkan kalau pengerjaannya dilakukan dengan baik, produk minyaknya pun dapat masuk dalam kategori ekspor.
3. Penyulingan dengan uap ( Steam )
Penyulingan minyak atsiri secara langsung dengan uap memerlukan biaya yang cukup besar, karena harus disiapkan dua buah ketel, dan sebagian poralatan terbuat dari stainless steel (SS) atau mild steel (MS). Walaupun memerlukan biaya yang besar, namun kualitas minyak atsiri yang dihasilkan memang jauh ;lebih sempurna.
Prinsip kerja penyulingan seperti ini hampir sama dengan cara menyuling dengan air (indirect distilation), namun antara ketel uap dan ketel penyulingan harus terpisah. Ketel uap yang berisi air dipanaskan, lalu uapnya dialirkan ke ketel penyulingan yang berisi bahan baku. Partikel-partikel minyak pada bahan baku terbawa bersama uap dan dialirkan kealat pendingin. Di dalam alat pendingin itulah terjadi proses pengembunan, sehingga uap air yang bercampur minyak akan mengembun dan mencair kembali, selanjutnya, dialirkan kealat pemisah yang akan memisahkan minyak atsiri dari air(Hernani dan Risfaheri. 1989)
Cara ini biasanya dilakukan oleh perusahaan atau perorangan yang kaya, karena membutuhkan modal yang besar. Kualitas produk minyak atsiri yang dihasilkan jauh lebih sempurna dibandingkan dengan kedua cara lainnya, sehingga harga jual minyaknya pun lebih tinggi.
Berikut ini bagian-bagian pokok alat penyulingan dengan uap :
1) Ketel Uap
Ketel ini berisi air sebanyak 2/3 voleme ketel. Ketel dipanasi untuk menghasilkan uap bertekanan tinggi. Ketel uap dilengkapi pipa saluran pengisi air, indikator voleme air, indikator tekanan uap, dan pipa saluran uap yang menuju ketel bahan. Fungsi indikator tekanan uap sangat penting karena dapat mengetahui tekanan uap yang dihasilkan ketel.
Ketel uap juga dilengkapi dengan pipa pengaman, yaitu berupa saluran buang uap yang dilengkapi kran buka-tutup. Pengaman mutlak harus ada, gunanya untuk menghindari kecelakaan yang disebabkan oleh alat. Misalnya jika terjadi sumbatan pada pipa saluran/ pipa suling oleh bahan yang disuling atau tekanan uap panas pada ketel uap menjadi tinggi, pipa pengaman akan berfungsi.
Ketel suhu menghasilkan uap air panas ke saluran uap bagian dalam (daun ) yang disuling. Uap air panas dan bertekanan tersebut mempengaruhi daun sehingga unsur minyak pada daun ikut menguapmelalui pori-porinya.
Kemudian, unsur minyak terbawa oleh uap air sebagai destilatmenuju pipa kondensor. Oleh karena pengaruh suhu ruang lebih rendah, uap minyak dan uap air di dalam pipa kondensorkembali mencair menjadi cairan air dan minyak. Tahap selanjutnya adalah memisahkan cairan minyak dan air dalam bak pemisah. Proses penyulingan dengan uap menghasilkan minyak atsiri bermutu tinggidan waktu proses lebih singkat ( sekitar 4-5 jam ) (Hernani, Munazah dan Ma’mun. 2002)
2) Ketel Bahan/Ketel Suling
Ketel bahan umumnya berbentuk silinder. Pada bagian bawah ketel terdapat pipa saluran uap yang berasal dari ketel uap. Pipa ini dilengkapi sprayer untuk mengarahkan uap agar merata keseluruh bagian bahan yang disuling.
Di atas pipa saluran uap terdapat sarangan yang terbuat dari ram kawat atau pelat logam. Sarangan ini diberi lubang-lubang seperti saringan, fungsinya untuk menahan bahan yang disulung. Pada bagian ujung katub ketel terdapat pipa saluran uap sebagai tempat lintasan uap minyak dan uap air yang selanjutnya menuju kondensor (Hernani, Munazah dan Ma’mun. 2002)
3) Kondensor/ Pipa Pendingin
Kondensor merupakan pipa saluran uap minyak dan uap air.kondensor ini terendam oleh air pendingin agar suhu tinggi yang dihasilkan oleh uap panas dapat lebih stabil/normal serta uap minyak dan air berubah menjadi cairan (Hernani, Munazah dan Ma’mun. 2002)
4) Bak Pemisah
Bak pemisah berfungsi untuk memisakan cairan minyak dan air hasil penyulingan. Konstruksi bak pemisah berupa bak penampung cairang yang memiliki kolom-kolom pemisah.
Secara otomatis, karena perbedaan berat jenis minyak dan air akan terbagi menjadi dua bagian. Dalam kondisi suhu stabil, cairan minyak akan berada didalam di atas permukaan air. Air dengan berat jenis 1,00 akan berada di lapisan baah. Sementara minyak yang berat jenisnya rata-rata 0,89-0,98 akan berada diatas permukaan air. Untuk memisahkan air dan minyak, keran minyak pada bak pemisah dibuka. Bak pemisah akan selalu terjaga dari luapan air destilat atau minyak. Hal ini dikarenakan tinggi permukaan pipa pembuangan air destilat di buat di bawah ujung pembukaan bak pemisah. (Hernani, Munazah dan Ma’mun. 2002).
- ANALISA USAHA
Komponen biaya proyek dalam hal ini meliputi biaya pembelian bahan baku, pembelian alat penyulingan, pembelian mesin, pembelian lahan, upah tenaga kerja, pajak, dan biaya tak terduga.
Analisa usaha minyak kenanga dihitung berdasarkan asumsi sebagai berikut :
1) Kapasitas alat 500 kg bahan baku
2) Proses pengolahan dua kali seminggu
Bahan baku = 500 kg x 2 = 1000 kg / minggu
3) Harga bahan baku di lokasi Rp 35.000 / kg
4) Bahan bakar penyulingan berupa limbah dan bunga kenanga setelah diolah ( sudah di jemur hingga kering ). Bahan bakar tambahan ( kayu bakar ) 1 m3/hari Rp 50.000,00
5) Rendemen minyak rata-rata 1,2-2,0 %.
6) Waktu yang dibutuhkan 60-70 jam setiap proses pemasakan, jadi 8-10 jam/hari.
7) Masa pakai alat dan perlengkapan lima tahun.
8) Harga jual minyak kenanga Rp 600.000/kg
- Investasi
Ø Tungku dan rumah punyulingan ( 8 m x 10 m )
§ Tungku permanen fondasi batu kali Rp 800.000
§ Rumah penyulingan kerangka kayu RP 5.000.000
Ø Ketel penyulingan kapasitas 500 kg Rp 10.000.000
(Masa pakai alat dan perlengkapan lima tahun)
Ø Gudang 8 m x 5 m Rp 4.000.000
Ø Jerigen untuk hasil produksi Rp 50.000
Total Investasi Rp 19.850.000
b. Biaya
Ø bahan baku = 500 kg x Rp 35.000. Rp 17.500.000
Ø kayu bakar 1x penyulingan (3 hari) @ = 1 m3
1 m3 x3 x Rp 100.000 Rp 300.000
minyak tanah 3 liter @ Rp 3000 x 3 Rp 9.000
Ø upah tenaga = 2 org x Rp 50.000 Rp 100.000
Ø biaya penyusutan alat Rp 5.000
Ø biaya tak terduga Rp 50.000
Total Biaya Rp 17.964.000
- Produksi
Ø Produksi minyak = 500 kg x 1,2 % = 6 kg
- Penjualan
Ø Hasil jualan = 6 kg x Rp 600.000 = Rp 3.600.000
- Keuntungan
Ø Keuntungan = penjualan – biaya
= Rp 3.600.000 – Rp 17.964.000
= Rp 19.450.000
- Pertimbangan usaha
1. Break event point ( BEP )
Break event point ( BEP ) merupakan titik ampas, yaitu suatu titik ketika usaha mencapai mencapai keadaan impas ( tidak untung atau tidak rugi ).
BEP Produksi = Total biaya = Rp 880.550.000 = 1467,5833 kg
Harga jual Rp 600.000
Artinya, titik impas usaha tercapai pada saat produksi mencapai 1467,5833 kg
BEP Harga = Total biaya = Rp 880.550.000 = Rp 587.033,33/kg
Total produksi 1500 kg
Artinya, titik impas usaha tercapai pada tingkat harga jual kenanga wangi Rp 587.033,33/kg.
2. B/C ratio
B/C ratio adalah nilai penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan
B/C ratio = Keutungan = Rp 19.450.000 = 0,022
Total biaya Rp 880.550.000
Artinya, dari setiap modal sebesar Rp 1,00 yang diinvestasikan akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 0,022
3. Retune of investment (ROI )
ROI merupakan analisis usaha yang digunakan untuk mengetahui efisiensi penggunaan modal atau untuk mengukur keuntungan usaha dalam kaitannya dengan investasi yang digunakan.
ROI = Keuntungan Bersih x 100 % = Rp 19.450.000 x 100 % = Rp 98,23 % Modal Investasi Rp 19.800.000 |
Artinya, usaha ini menghasilkan pandapatan Rp 98,23 % (Manurung, T.B. 2003)
C. DAYA GUNA
Minyak ylang-ylang mempunyai aroma yang sangat wangi, atau setaraf dengan bau minyak melati, sehingga minyak ylang-ylang termasuk salah satu bahan pewangi dalam parfum yang mahal. Minyak kenanga mempunyai mutu bau yang lebih rendah bila dibandingkan dengan minyak ylang-ylang dan dipakai sebagai bahan pewangi sabun (Hobir et al. 1990)
BAB III
ISI
A. Strategi Mendapatkan Bahan Baku
Pada tahap ini tersedia dua alternatif metode, yaitu:
- Penyulingan yang terintegrasi dengan usaha agribisnisnya sehingga pasokan bahan diperoleh dari kebun yang dikelola sendiri atau petani plasma yang dibina oleh manajemen penyulingan
2. Bahan baku dibeli dari pihak lain di luar manajemen
Penyulingan yang terintegrasi dengan usaha agribisnisnya membutuhkan investasi yang cukup tinggi diantaranya adalah untuk sewa lahan (atau membeli lahan), penyediaan bibit, sistem pengairan, penyediaan pupuk dan pestisida, peralatan pertanian, dan tentu saja tenaga kerja padat karya dari pengolahan lahan hingga pemanenan. Banyaknya aktivitas ini akan menimbulkan kompleksitas kerja yang membutuhkan perhatian yang berlebih.
Manajemen harus memiliki seseorang yang berkeahlian teknis untuk masalah-masalah agrinisnis dari tanaman minyak atsiri yang dikembangkan. Manajemen sumber daya manusia dan juga komunikasi selayaknya dikelola dengan baik apalagi jika melibatkan petani-petani plasma yang dibina dan dibiayai untuk menjamin pasokan bahan baku yang dibutuhkan. Jangan sampai terjadi keadaan dimana investasi yang telah dikeluarkan menjadi sia-sia akibat kealpaan dalam mengelola petani plama atau binaan. Kesalahan dalam menerapkan sistem agribisnis dan plasma petani menyebabkan kerugian yang sangat besar. Misalnya produktivitas panen yang kecil dan tidak sesuai dengan nilai investasi yang dikeluarkan, banyaknya tanaman mati pada fase awal penanaman, dana invetasi untuk petani binaan raib atau digunakan untuk keperluan-keperluan lain yang tidak sesuai dengan kepentingan penyuling, tanaman terserang hama atau penyakit di tengah jalan, hasil panen raib dibeli oleh kompetitor/penyuling lain karena petani plasma tergiur oleh harga tinggi yang ditawarkan oleh penyuling lain, dan rendemen dan kualitas minyak yang dihasilkan rendah (Hernani dan Risfaheri. 1989).
Metode pertama ini cocok untuk tanaman-tanaman atsiri yang memiliki siklus hidup yang singkat dan cepat dipanen seperti nilam, sereh wangi, jahe, dan akar wangi. Meskipun tidak menutup kemungkinan dapat juga diaplikasikan untuk tanaman-tanaman keras yang umur panen pertamanya membutuhkan waktu yang lama seperti pala, kenanga dan ylang-ylang, kayu putih. Meskipun harus menunggu agak lama untuk menuai hasilnya.
Keuntungan dari metode ini apabila dikelola dengan baik, sistematis, dan profesional adalah kualitas bahan baku dapat terkontrol dengan baik sehingga produktivitas panen maupun jumlah minyak yang dihasilkan cukup besar per satuan tanam. Margin keuntungan yang diperoleh pun jauh lebih tinggi dibandingkan membeli bahan baku dari pihak lain. Sedangkan metode kedua banyak diaplikasikan untuk minyak-minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman keras dan sumber bahan bakunya sudah tersedia di sekitarnya seperti pala, kenanga, dan cengkeh. Mengingat perlakuan pada bahan baku tidak bisa dikontrol sendiri oleh manajemen maka pemahaman mengenai kualitas bahan baku beserta rentang harga belinya sangat penting untuk menjamin bahwa rendemen minyak yang dihasilkan tinggi dan kualitasnya baik. Kesalahan menentukan harga beli dan ketidaktahuan kualitas bahan baku bisa mengakibatkan rendemen minyak yang rendah sehingga menimbulkan kerugian saat bahan baku tersebut diproses menjadi minyak atsiri. Beberapa jenis minyak atsiri memiliki varietas yang berbeda dengan tingkat produktivitas dan rendemen minyak yang berbeda pula.
Masalah yang sering terjadi dari metode ini adalah penipuan oleh supplier bagi para penyuling pemula sehingga pada tahap-tahap awal produksi sering terjadi kerugian yang cukup besar. Penipuan/trik bisa berupa kadar air dari bahan baku yang dibeli dengan basis kering masih cukup besar, dicampur oleh bahan baku dari varietas lain yang harganya murah tetapi harga belinya sama, dicampur dengan materi-materi asing yang menyerupai kondisi bahan baku. Strategi ini memiliki kompleksitas kerja dan investasi awal lebih rendah daripada metode pertama (Hernani dan Risfaheri. 1989).
B. Lokasi penyulingan
Lokasi penyulingan sangat menentukan besaran investasi dan biaya operasional produksi. Lokasi penyulingan yang dekat dengan sumber air mengalir (sungai, parit, atau aliran irigasi) sangat membantu dalam menyediakan air pendingin untuk kondensor sehingga tidak dibutuhkan investasi yang lebih besar dalam hal penyediaan kolam pendingin, sistem menara pendingin, maupun mekanisme penyediaan air pendingin itu sendiri (sumur bor, pemompaan dan perpipaan dari sumber air ke lokasi, dll).
Lokasi penyulingan yang dekat dengan sumber bahan baku akan mengurangi biaya operasional produksi terutama dari aspek transportasi bahan baku menuju lokasi penyulingan. Untuk jenis minyak atsiri yang memiliki bulk density besar maka sah-sah saja lokasi penyulingan jauh dari sumber bahan baku. Tetapi untuk jenis minyak atsiri dengan bulk density kecil (ringan) maka mutlak harus dekat dengan sumber pasokan bahan baku seperti dauncengkeh, nilam, kenanga dan sereh wangi. Sebagai catatan, dengan harga minyak kenanga yang masih dirasa cukup menarik saat ini, maka mengambil bahan baku nilam kering dari lokasi yang cukup jauh asal harga belinya ditambah ongkos transportasi masih rasional masih dapat dilakukan (Hernani dan Risfaheri. 1989).
Lokasi penyulingan juga harus mempertimbangkan kemudahan supply bahan bakar. Ketiadaan bahan bakar akibat lokasi yang kurang menguntungkan justru akan menghambat proses produksi kelak atau mempertinggi biaya operasional dari aspek pengangkutan dan harga beli bahan bakar.
Pertimbangan serius perlu diperhatikan apabila memutuskan untuk melakukan aktivitas penyulingan di lokasi dimana sudah terdapat beberapa penyulingan lain yang sejenis apalagi jika tidak memiliki kebun inti sendiri. Hal ini bisa mengakibatkan gejolak atau friksi dengan sesama penyuling (dan pengumpul bahan baku) yang berimplikasi pada kompetisi yang tidak sehat dalam memperebutkan pasokan bahan baku. Penyuling pemula yang kurang gigih, kurang memiliki jejaring dan wawasan, dan miskin pengalaman akan mudah tergilas pada kondisi seperti ini.
Kendala yang sering terjadi sehubungan dengan lokasi penyulingan yang kurang tepat adalah:
- Persediaan bahan baku terhambat serta tingginya biaya transportasi
- Persediaan air pendingin terhambat terutama jika musim kemarau tiba
- Persediaan bahan bakar terhambat, misalnya minyak tanah harganya mahal sedangkan kayu bakar dan batubara sulit dicari di sekitar lokasi penyulingan.
- Harga beli bahan baku tinggi dan kesulitan untuk memenuhi kapasitas produksi yang dikehendaki
Data Penyulingan Nasional Minyak Kenanga
No | Sentra | ∑IKM | Rendemen rata-rata % | Kapasitas produksi rata-rata (kg/hari) | Teknologi | Sistem Penyulingan | Bahan Bakar | ||||
Stainless | Non Stainless | Rebus | Kukus | Uap | Minyak Tanah | Kayu Bakar | |||||
1 | Aceh Selatan | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
2 | Aceh Tenggara | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
3 | Bali | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
4 | Bandung | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
5 | Banyumas | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
6 | Bengkulu Selatan | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
7 | Bengkulu Utara | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
8 | Blitar | 6 | 1,38 | 17,83 | 1 | 5 | 0 | 5 | 0 | 0 | 6 |
9 | Bogor | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
10 | Boyolali | 2 | 1,45 | 20,50 | 1 | 1 | 1 | 1 | 0 | 0 | 2 |
11 | Ciamis | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
12 | Enrekang | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
13 | Garut | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
14 | Kuningan | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
15 | Lampung | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
16 | Malang | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
17 | Mentawai | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
18 | Nganjuk | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
19 | Pak-pak Bharat | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
20 | Pasaman | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
21 | Pasaman Barat | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
22 | Pemalang | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
23 | Pesisir Selatan | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
24 | Purbalingga | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
25 | Salatiga | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
26 | Tasikmalaya | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
27 | Tobasa | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
28 | Trenggalek | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
29 | Tulungagung | 0 | 0,00 | 0,00 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 |
C. Strategi Pemasaran Minyak Kenanga
Kegiatan distribusi pemasaran kenanga dapat dibagi menjadi 3 tingkatan.
1. Pemasaran pada tingkat petani ke pengumpul atau pengusaha pemilik kilang minyak kenanga
Para petani menjual produknya dalam bentuk 2 produk.
· Penjualan daun kering dari petani kepada para pemilik kilang dengan harga penjualan sekitar Rp. 3.000,00 std Rp. 3.500/kg dan selanjutnya pemasaran minyak dilakukan oleh pemilik kilang;
· Penjualan minyak kenanga oleh petani setelah diolah di kilang kepada para pengumpul lokal.
2. Pemasaran minyak kenanga dari pengumpul lokal atau pemilik kilang ke pengumpul besar/ekspor;
3. Pemasaran minyak kenanga oleh eksportir ke importir/konsumen di luar negeri.
Harga jual pada masing-masing tingkatan tersebut satu sama lain namun harga pada masing-masing tingkatan ditentukan oleh harga pada tingkatan ke-3 yaitu harga penjualan ekspor. Para pengumpul/lokal biasanya memperoleh informasi harga dengan mengadakan penawaran kepada beberapa eksportir dan menjual kepada penawaran yang tertinggi. Pola pemasaran yang terbuka ini akan menguntungkan para pemasok lokal namun belum tentu menguntungkan bagi petani karena informasi harga ekspor ke petani tidak sampai kepada mereka (Pardede, J.J. 2003).
D. Mekanisme produksi
Rantai perdagangan minyak atsiri di Indonesia tercantum pada skema sebagai berikut :
Bagi pengusaha yang bermodal besar dan memiliki jaringan yang cukup luas, memotong satu atau dua rantai perdagangan bukanlah sebuah kendala yang besar. Dengan kekuatan dana, networking, maupun SDM, masalah-masalah tersebut dapat teratasi dengan baik. Sedangkan bagi penyuling pemula yang bermodal kecil agak sulit untuk memutus rantai ini karena posisi tawar yang rendah. Para penyuling skala kecil banyak menjual produk mereka ke pengumpul lokal tingkat Kabupaten yang banyak beredar di sentra-sentra produksi minyak atsiri. Bahkan terkadang para pengumpul tersebut langsung menjemput minyak hasil produksi penyulingan dan langsung dibeli di lokasi apabila penyuling tersebut sudah dikenal dengan baik oleh pengumpul.
Pemasaran untuk produk minyak atsiri (yang umum) tidak terlalu menjadi masalah dengan catatan kualitas minyak sesuai dengan standar perdagangan, tidak terlalu idealis untuk mendapatkan harga jual yang tinggi (untuk tahap awal), dan minyak dipasarkan melalui pengumpul lokal. Semakin jauh seorang penyuling terlibat dalam bisnis minyak atsiri ini, maka lambat laun akan mengetahui seluk-beluk perdagangan atsiri yang berimplikasi pada jaringan pemasaran yang kian meluas. Mulai saat itulah, penyuling yang bervisi selayaknya dapat mengembangkan skala produksi maupun jangkauan pemasarannya.
Kendala pemasaran bagi penyuling pemula adalah belum mengetahui karakteristik pasar dan keberadaan para pengumpul, kualitas minyak kurang sesuai standar pasar, terlalu idealis untuk mendapatkan harga jual tinggi atau langsung memutus rantai perdagangan padahal pemodalan maupun infrastruktur internal masih belum memadai, serta mudah goyah dengan tingkat fluktuasi harga yang sangat curam dan cukup cepat (Pardede, J.J. 2003)
Meskipun secara prinsip sama, teknik pengoperasian dan produksi untuk aneka jenis minyak atsiri berbeda. Perbedaan terletak pada perlakuan awal bahan baku sebelum disuling, sistem penyulingan itu sendiri, maupun kondisi operasi (tekanan dan kecepatan uap). Bahkan kapasitas penyulingan pun dapat mempengaruhi nilai ekonomis dari bisnis ini. Sebagai contoh, menyuling minyak pala 50 kg akan memberikan nilai nominal yang sama dengan menyuling nilam 100 kg atau menyuling daun cengkeh 1000 kg per satuan waktu padahal semakin tinggi kapasitas produksi kompleksitasnya juga semakin menjadi. Oleh sebab itu sebelum mendirikan pabrik penyulingan selayaknya harus dipelajari teknik penyulingan yang baik untuk jenis minyak atsiri yang akan diproduksi dan studi kapasitas produksi minimal untuk minyak atsiri tersebut. Teknik pengoperasian alat suling yang baik memang lambat laun dapat diperbaiki atau dipelajari seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman melakukan produksi (learning by doing).
Biaya investasi untuk alat-alat produksi sangat variatif, mulai dari yang harganya di bawah Rp 5.000.000,- hingga ratusan juta rupiah tergantung pada tingkat kapasitas produksi yang dikehendaki, kecanggihan dan sistem alat penyuling, nilai estetis alat penyulingan, serta bahan konstruksi alat penyuling. Para calon penyuling hendaknya tidak mudah terjebak pada janji-janji pembuat bengkel yang menggaransi rendemen minyak sekian persen maupun bisa untuk menyuling jenis minyak atsiri apapun. Meskipun aspek alat suling cukup berpengaruh terhadap rendemen, tetapi sebaik-baiknya alat suling maupun teknik operasinya, maka jika bahan bakunya tidak mendukung, rendemen minyak tetap saja kecil.
Secara umum, suatu alat suling dapat dipakai untuk menyuling jenis minyak atsiri apapun (kecuali untuk jenis bunga melati, mawar, dan kulit jeruk yang memerlukan teknik khusus) tetapi efektivitas, efisiensi maupun nilai ekonomi tentu sangat berbeda (Pardede, J.J. 2003).
Sedangkan dari sisi bahan bakar, pertimbangan cukup serius perlu dilakukan mengingat paska kenaikan harga BBM ini, minyak tanah atau solar harganya cukup mahal dan kian sulit untuk dicari. Alternatif lain yang sangat mungkin dari murah adalah batubara dan kayu bakar. Oleh sebab itu perlu dipikirkan juga bagaimana mekanisme dalam memenuhi kebutuhan bakar bakar untuk produksi. Tentu saja beda jenis bahan bakar, maka teknik produksi dan konstruksi alat sulingnya juga bisa berbeda.
Kendala produksi yang biasa terjadi pada penyuling pemula :
1. Investasi alat yang tidak sesuai dengan kebutuhan (kelebihan spesifikasi atau kekurangans pesifikasi)
2. Teknik pengoperasian yang belum sempurna (tekanan dan kecepatan penyulingan)
3. Sistem perlakuan bahan baku sebelum disuling yang belum sempurna
4. Kapasitas alat yang terlalu kecil sehingga kurang ekonomis untuk menyuling minyak atsiri jenis tertentu atau bisa jadi justru malah terlalu besar
5. Ketiadaan pasokan bahan bakar
6. Ketidaktahuan dalam melakukan analisis standar kualitas minyak atsiri yang dihasilkan
7. Terjebak pada janji-janji bengkel pembuat alat suling yang kurang berpengalaman dalam penanganan masalah-masalah praktis minyak atsiri.
Aneka masalah di atas dapat mengakibatkan rendemen minyak yang rendah serta kualitas minyak yang dihasilkan kurang sesuai dengan standar pasar.
E. STANDAR MUTU MINYAK KENANGA
Minyak kenanga adalah minyak yang diperoleh dari penyulingan bunga kenanga(Canangium odoratum Baill). Minyak kenanga banyak digunakan dalam industri flavor, parfum, kosmetika dan farmasi. Komponen utama minyak kenanga dari konsentrasi yang paling besar berturut-turut adalah adalah β-kariofilen, α-terpineol, benzil asetat dan benzil alkohol (Sastrohamidjojo, 2002).
Masalah yang timbul dalam penyulingan minyak kenanga pada industri kecil adalah warna minyak yang hitam kecoklatan dan kotor. Kondisi tersebut disebabkan terjadinya reaksi antara senyawa dalam minyak dengan ion logam yang berasal dari ketel suling (Brahmana, 1991), dan adanya proses polimerisasi, oksidasi dan hidrolisis. Salah satu upaya untuk memecahkan masalah minyak kenanga yang berwarna hitam kecoklatan dan kotor adalah dengan proses pemurnian. Pemurnian minyak menggunakan bentonit 3 % akan menghasilkan minyak dengan kejernihan dan warna yang lebih baik dari pada menggunakan arang aktif, asam sitrat dan asam tartarat (Mulyono dan Marwati, 2005).
Ø Minyak kenanga, Mutu dan cara uji
No. SNI : SNI 6 -3949-1995 Abstraksi : Minyak yang diperoleh dari penyulingan bunga tanaman kenanga, yang memenuhi spesifikasi persyaratan mutu dari warna, bobot jenis 20 derajat / 20 derajat selsius, indeks bias nn 20, putaran optik, sisa penyulingan uap ( v/v ), bilangan ester, kelarutan dalam etanol 95 % dan zat asing seperti lemak, alkohol tambahan dan minyak pelikan. Cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan dan cara pengemasan (http://.wsu.edu/~gmhyde/433_web_pages/433oil-webpages/essence/essence-oils. 14 hal).
Ø SIFAT FISIKA KIMIA
Sifat-sifat fisika kimia nya adalah:
1. Warna: kuning muda sampai kuning tua
2. Berat jenis pada 25oC: 0,904-0,920
3. Bilangan Ester: 15-35
4. Sisa penyulingan uap: maksimum 5%
5. Kelarutan dalam alkohol 95%: 1:1 jenuh, seterusnya sampai 1:9 keruh
6. Alkohol tambahan: negatif
7. Minyak lemak: negatif
8. Minyak pelikan: negatif (Sastrohamidjojo, H. 2002)
Ø Menurut EOA (Essential Oil Assosiation of USA)
- Warna, bau dan penampilan: cairan berwarna kuning muda sampai kuning tua, bau khas, dan tajam menusuk hidung
- Berat jenis pada 25oC: 0,904-0,920
- Putaran Optik: (-15)-(-30o)
- Indeks refraksi pada 20oC: 1.4950-1,5050
- Bilangan penyabunan: 10-40
- Kelarutan dalam alkohol 95%: larut dalam 0,5 volume, seterusnya keruh
Ø Komposisinya:
Melalui prosedur penyulingan yang benar serta penggunaan bahan baku dan peralatan yang memenuhi syarat, akan diperoleh rendemen minyak kenanga antara 1,5 – 2,0% (Sastrohamidjojo, H. 2002).
KESIMPULAN
- Di dunia terdapat beberapa jenis kenanga, antara lain Cananga odorata, Cananga latifolia, Cananga scorthecini King, Cananga brandisanum Safford. Tanaman kenanga yang terdapat di Indonesia adalah kenanga jenis Cananga odorata. Bunga kenanga yang baik dan tepat untuk dipanen adalah bunga yang warnanya sudah mulai kuning atau kuning benar. Bunga yang masih berwarna hijau menghasilkan minyak atsiri yang bermutu jelek (Luqman, L. dan Rahmayanti, 1994).
- Dalam proses penyulingan minyak kenanga ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kesalahan dalam proses penyulingan tersebut yaitu :
- Letak tempat penyulingan jauh dari letak tempat pembudidayaan, hingga aroma hilang dijalan.
- Seringkali bunga yang masih hijau atau yang belum terlampau masak, dicincang sebelum proses penyulingan dilakukan. Sehingga aroma atau kandungan minyak yang terdapat didalamnya menguap.
- Penyulingan dilakukan secara langsunng, sehingga dapat menyebabkan ester yang terkandung pada bunga “ ditahan “ air.
- Karena pada proses penyulingan bunga kenanga berlangsung 3 – 4 hari, angka pada hari ke-2 dan berikutnya penyuling tidak teliti dalam mengisi air yang hendak diuapkan.
- Botol yang digunakan untuk menmpung minyak bukan botol berlehr panjang, melainkan botol berleher pendek, bahkan kaleng bekas sehingga minyaknya “ lari “ menguap.
DAFTAR PUSTAKA
Anon. 2000. Adsorption. Microsoft Corporation
http://encarta.msn.com/find/consice.asp?ti=01AFA000.
Davis, E; J. Hassler; P. Ho; A. Hover and W. Kruger. 2006. Essential oil.
http://.wsu.edu/~gmhyde/433_web_pages/433oil-webpages/essence/essence-oils. 14 hal.
http://www.kebonkembang.com/profil-tanaman-rubrik-33/22.html
Hobir. 1989. Budidaya Ylang-ylang. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Hobir et al. 1990. Kenanga dan Ylang-ylang. Bul. Littro. 4(1):30-37.
Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka.
Hernani dan Risfaheri. 1989. Pengaruh perlakuan bahan sebelum penyulingan terhadap rendemen dan karakteristik minyak nilam. Pemberitaan Littri. XV (2) : 84-87.
Hernani, Munazah dan Ma’mun. 2002. Peningkatan kadar patchouli alcohol dalam
minyak nilam (Pogostemon cablin Benth.) melalui proses deterpenisasi.11
Kamal, C and R. Ashok. 2006. Modified vetiver oil : economic biopesticide.
http://www.ars.usda.gov/research/publications/publications.htm?SE_Q NO_
115=170715
http://www.litbang.deptan.go.id/tahukah-anda/?p=11
Manurung, T.B. 2003. Usaha pengolahan dan perdagangan minyak atsiri Indonesia dan permasalahannya dalam menghadapi era perdagangan global. Sosialisasi Temu Usaha Peningkatan Mutu Bahan Olah Industri Minyak Atsiri.Dirjend.
Industri Kimia Agro dan Hasil Hutan. Jakarta. 9 hal.
Marwati, T., M.S. Rusli, E. Noor dan E. Mulyono. 2005. Peningkatan mutu minyak daun cengkeh melalui proses pemurnian. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. 2 (2):93-100.
Mulyono, E. dan T. Marwati. 2005. Kajian proses pemurnian minyak kenanga. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. 1(1): 31-37
Pardede, J.J. 2003.Peningkatan mutu minyak atsiri dan pengembangan produk turunannya. Sosialisasi/temu usaha peningkatan mutu bahan olah industry minyak atsiri. Deperindag, Jakarta. 20 hal.
Sastrohamidjojo, H. 2002. Kimia Minyak Atsiri. FMIPA, UGM. Yogyakarta.